Sabtu, 04 Mei 2013

BERBICARA TENTANG KEADILAN !!

Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai keadilan. Dalam hati saya sering sekali muncul pertanyaan “mengapa sulit sekali untuk mendapatkan sebuah keadilan yang benar-benar adil pada jaman modern seperti saat ini ??“
                Saya sering bertanya seperti itu, karena saya pernah merasakan ketidakadilan dalam kehidupan saya. Salah satu ketidakadilan yang saya alami, saat saya kelas XII. Pada setiap kenaikan kelas, guru-guru entah siapa pun itu pasti mengingatkan kepada setiap murid-muridnya untuk terus rajin belajar agar nantinya nilai rata-rata raport kita bisa mencapai angka 7 dan mengalami peningkatan setiap semesternya supaya bisa mengikuti PMDK atau SNMPTN Undangan
                SNMPTN Undangan itu salah satu jalur masuk ke perguruan tinggi dengan persyaratan tertentu. Seperti, nilai rata-rata raportnya di atas 7, dan pada saat kelas XII semester pertama, ia harus masuk peringkat 20 besar.
                Tentu saja, saya semangat saat mendengar hal itu. Dan hasil kerja keras saya juga tidak sia-sia setiap orang tua saya datang mengambil raport saya. Dan akhirnya, saat kelas XII, saya ikut SNMPTN Undangan tersebut. Dan saat pengumuman SNMPTN Undangan via online sudah tiba, hanya murid-murid sekolah saya yang masih bingung, “gue lulus apa enggak nih ???”. Perasaan campur aduk, galau saat menanti penguman yang mendebarkan itu, termasuk saya juga merasakan hal tersebut.
                Dan untuk melihat pengumuman apakah kita lulus atau tidak, kita harus memasukkan nomer PIN kita. Murid-murid sekolah lain mendapatkan nomer PIN mereka, dan hanya murid-murid sekolah saya yang tidak mendapatkan nomer PIN tersebut. Eeeh ternyata, setelah sehari setelah pengumuman SNMPTN Undangan tersebut, hanya beberapa teman saya yang telah mendapatkan nomer tersebut. Dan yang lain tidak mendapatkan. Saya dan teman-teman saya menanyakan tentang hal yang sedikit mengganjal ini kepada guru yang mengurus tentang SNMPTN Undangan ini. Alhasil, semua jawabannya sangat berbelit. Sampai orangtua saya mendatanginya juga jawabannya masih berbelit.
                Setelah saya dan beberapa teman saya membandingkan sistem pendaftaran yang dilakukan oleh sekolah saya dengan sekolah lain memang berbeda, termasuk berbeda sekali dengan ketentuan peraturan dari SNMPTN-nya itu sendiri. Seharusnya, yang bisa mengikuti SNMPTN Undangan ini hanya yang masuk dalam peringkat 20 besar saat kelas XII semester pertama, namun di sekolah saya siapa saja boleh ikut asalkan dia mendaftarkan diri. Nah loh ???? dari situlah saya dan teman-teman saya merasa ada keanehan dengan hal tersebut.
                Dan beberapa hari kemudian, guru tersebut meminta maaf kepada saya dan hanya beberapa teman saya. Entah meminta maaf dengan alasan apa. Dan beliau juga mengatakan kepada kami, “nanti bapak kembalikan uang kalian“. Dari perkataan beliau seperti itu, kami semakin yakin, ada beberapa orang yang dikorbankan untuk tidak didaftarkan SNMPTN, termasuk saya. Dan sebuah amplop berisi uang itu pun kembali ke tangan kami. Namun, kami segera mengembalikannya. Disitulah saya menangis. Bukan hanya saya, tapi teman-teman saya yang senasib dengan saya.
                Saya menangis BUKAN karena UANG saya hilang sia-sia begitu saja. UANG bisa dicari. Tapi karena KESEMPATAN yang hilang begitu saja. Kesempatan tak datang dua kali. Apakah arti kerja keras saya selama ini jika akhirnya seperti ini??? Dan, disitulah saya sangat teramat kecewa dengan guru itu. Dan itulah salah satu ketidakadilan yang pernah saya alami. 



Dan Coba kita lihat, masih banyak tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan sikap “keadilan” terutama di Negara kita tercinta, Indonesia. Keadilan di Negara ini ternyata bisa dibeli loh. Padahal kalau kita perhatikan, keadilan itu bukan suatu barang atau benda atau makanan yang bisa dibeli dengan uang.  Kok keadilan bisa dibeli sih ??? masih bingung ??? contohnya seperti berikut ini :
Kalian pasti pernah menonton tayangan nenek yang harus berhadapan dengan meja hijau, lalu ditahan hanya karena beliau memetik 3 buah kakao di sebuah perkebunan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Mbah Minah, nama nenek tersebut, tidak bisa membaca peringatan yang terpasang pada perkebuan tersebut,  karena  beliau seorang yang buta huruf. Mbah Minah sudah meminta maaf dan mengembalikan kakao tersebut, saat seorang mandor perkebunan menegurnya. Namun, kasus ini ternyata berlanjut pada pemeriksaan kepolisian dan berakhir di meja hijau. Mbah Minah yang polos dan dengan jujur mengakui bahwa dirinya tak bersalah dan tak punya niat sedikit pun untuk mencuri saat di depan majelis hakim. Tapi, perusahaan tersebut tetap ingin membawa kasus ini ke jalur hukum.
                Saya merasa terenyuh melihatnya, siapapun yang melihatnya juga pasti merasakan hal yang sama dengan saya. Seorang nenek yang umurnya sekitar 55 tahun diseret ke pengadilan dan divonis bersalah karena “HANYA” memetik 3 buah kakao di sebuah perkebunan yang pastinya luasnya dalam satuan hektar. Padahal, setiap kali beliau menghadiri siding, Mbah Mnah haruus mengeluarkan uang transport sekitar Rp. 50.000,00. Dan sampai suatu ketika, beliau pernah diberi ongkos pulang oleh ibu jaksa. Dan akhirnya majelis hakim memutuskan, Mbah Minah dihukum percobaan 1 bulan 15 hari. Jadi, Mbah Minah tak perlu mnjelani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.
Dimanakah hati nurani mereka ???? dimanakah makna “keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia ???”. Apakah sila ke-2 tersebut sudah tak berlaku lagi??? Hukum yang mestinya melindungi  masyarakat dengan menegakkan keadilan, rupanya tak memberikan ampun bagi orang kecil seperti Mbah Minah. Tetapi, koruptor pencuri miliaran rupiah uang “RAKYAT” sering kali tak sebanding dengan sanksi hukum. Apa hanya mereka yang mempunyai kedudukan, jabatan, kekuasaan, serta harta nyang melimpah yang bisa mendapatkan keadilan ???? dan saat mereka ternyata terbukti bersalah, bahkan mereka bisa lepas dari kasus hukum tersebut. Dan bahkan mereka saling menyalahkan atau saling tunjuk-menujuk satu dengan yang lainnya. Dan parahnya orang mau disuap demi bisa menjual sebuah keadilan. Berapa sih harga sebuah keadilan ??? apa harga sebuah keadilan sama dengan harga sebuah permen yang siapun bisa membelinya ???
Dengan begitu, Apa sih yang mereka cari di Negara atau di dunia ini ??? padahal, jabatan, kedudukan, kekuasaan, harta sudah mereka dapatkan. Mungkin nilai kejujuran bagi mereka sudah tidak berguna di dalam kehidupan mereka. Seharusnya mereka malu dengan apa yang mereka perbuat, malu ketika kasus mereka direkam oleh media massa dan dilihat oleh seluruh masyarakat dalam negeri ini  atau bahkan sudah tersebar luas di luar negeri, malu ketika keadilan bisa dibeli, malu saat mereka ditonton oleh anak-anak atau anaknya sendiri yang seharusnya bisa memberikan contoh sikap atau perilaku yang baik untuk mereka, dan malu karena Allah SWT, karena Allah SWT tak pernah tidur, Allah selalu melihat semua gerak-gerik umatnya. Subhanallah, seharusnya mereka sadar. Apa yang mereka lakukan pasti akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat nanti. Sungguh pedih Adzab Allah SWT.
Oleh karena itu, kita para muda-mudi, belajar lah untuk selalu bersikap jujur dan adil dari hal-hal kecil mulai sekarang J  dan harus kita sadari juga, hakim seadil-adilnya itu ialah Allah SWT. 

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

Follow Me

Followers